Entah sudah berapa lama naik KRL Jabotabek untuk pergi pulang ke tempat kerja; saya tak ingat. Awalnya saya enggan naik kereta, ngeri melihat banyak penumpang bergelantungan di pintu ataupun naik di atas atap, mungkin karena terlalu padatnya penumpang.
Tapi ketika naik KRL bayangan itu hilang, saya masih bisa masuk ke gerbong walaupun kadang-kadang saking padatnya hingga tak dapat menggerakkan tangan atau pun kaki. Suasana KRL berbeda-beda. KRL Ekonomi tanpa AC, penjual, pengemis pengamen apalagi pencopet bebas hilir mudik tak peduli kereta penuh penumpang atau tidak.
Pemenang kontes Indonesian Idol Aris, adalah salah satu pengamen di KRL Ekonomi Jurusan Jakarta-Bekasi. Sering saya melihat dia beraksi bersama teman-temannya, tapi semenjak menjadi pemenang kontes itu dia sudah tidak pernah lagi bernyanyi di KRL, di TV pun tidak terlihat lagi, kemana gerangan….?
Foto: viva.co.id |
KRL AC Ekonomi atau disebut juga Commuter Line
lain lagi, pedagang, pengemis dan pengamen dilarang masuk. Penumpang di
KRL ini tidak seheboh di KRL Ekonomi, masing-masing sibuk dengan diri
sendiri, ada yang membaca koran atau pemandangan yang sama sering
terlihat yaitu: pandangan kebawah, jari bergoyang-goyang dan terkadang
senyum sendiri; asyik dengan hpnya.
Ada sebagian komunitas di kedua kereta ini menyebut dirinya Roker alias Rombongan Kereta.
Sukadukanya banyak, diantaranya lebih cepat sampai tujuan (kalo gak mogok/telat), ongkos yang dikeluarkan lebih sedikit dibanding naik
angkot/bus, apalagi kalo naik taksi. Yang bikin keki itu ya kalo
keretanya telat, atau ketinggalan kereta, atau yang lebih sering itu
karena kerusakan wesel atau mogok di tengah jalan.
Bila Anda ingin merasakan sensasi naik KRL, monggo silahkan…
Itulah sedikit cerita tentang KRL Jabotabek.
@doel_somuch
Tidak ada komentar:
Posting Komentar